Kiamat sudah dekat. Bumi akan hancur. Gunung-gunung
yang menjadi pasaknya akan runtuh. Langit pun terbelah dan menjadi merah mawar
seperti kilapan minyak. Mungkin itu yang sering kita dengar di ceramah-ceramah
agama, baik di masjid-masjid maupun di media komunikasi. Barangkali benar
maksud penceramah agar kita segera berbenah diri dan kembali ke jalan yang
lurus. Terlebih kejahatan kemanusiaan kian merajalela di muka bumi.
Terlepas dari perspektif agama, agaknya pernyataan
itu muncul melihat semakin maraknya kerusakan bumi akibat ulah tangan manusia.
Misalnya tentang fenomena global warming (pemanasan global) yang populer
dibicarakan saat ini. Pemanasan global terjadi akibat pantulan cahaya panas
matahari yang terperangkap oleh gas-gas senyawa chlorofluorocarbon (CFC). CFC
dihasilkan oleh pabrik-pabrik serta emisi (gas buang) kendaraan. Keadaan ini
diperparah dengan keadaan lapisan ozon (O3) yang mulai berlubang di
sana sini akibat penggunaan gas freon (CF2Cl2) pada air conditioner (AC),
pemakaian parfum, serta tumpukan sampah yang tidak ditangani dengan baik.
Menilik isu-isu yang tengah berkembang di masyarakat
tersebut, banyak spekulasi yang muncul mengenai kapan pastinya kehidupan di
bumi akan musnah. Akhir-akhir ini, sebuah penelitian luar angkasa turut
mengundang kekhawatiran bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Diperkirakan
berbagai ancaman serangan benda-benda angkasa seperti komet dan asteroid akan
membawa kehancuran fatal bagi bumi.
Akar kekhawatiran ini adalah jatuhnya sebuah
meteor yang memusnahkan spesies Dinosaurus pada 65 juta tahun lalu. Sekarang,
ramalan yang hampir sama digambarkan dalam film fiksi ilmiah "2012".
Film tersebut diklaim berdasarkan analisis ilmiah. Dalam film tersebut, potensi
terbesar kiamat adalah akibat badai matahari. Aktivitas matahari berlangsung
secara reguler. Puncaknya kira-kira sekali dalam 11 tahun. Makin dekat ke
puncak, badai matahari dapat mengakibatkan gangguan sistem komunikasi satelit.
Puncak badai matahari diperkirakan terjadi pada tahun 2012-2014.
Sebenarnya, ramalan ilmiah tentang waktu terjadi
kiamat telah ada sejak dulu. Pada 1881, seorang astronom melalui analisis
spektral menemukan bahwa buntut Komet Halley yang akan melintas pada 1910 tepat
di garis orbit bumi, mengandung gas berbahaya bernama cyanogen (sianida). Gas
ini dikabarkan dapat menyebabkan kematian seluruh makhluk bumi sehingga dapat
memusnahkan peradaban manusia. Ternyata, komet Halley hanya melewati bumi dan
tidak ada seorang pun yang mati karena menghirup gas berbahaya itu.
Meski ramalan kiamat yang berkali-kali pernah
diprediksi pun tak kunjung terjadi, agaknya hal ini mampu menyedot kepanikan
masyarakat dunia. Sekelompok orang bahkan berhenti bekerja dan menyiapkan
tabungan untuk biaya hidup sampai 2012 mendatang. Bahkan pernah ada bunuh diri
massal yang dilakukan sekelompok pengikut aliran yang percaya pada ramalan itu.
Bukan tidak mungkin tindakan sesat itu bakal terulang kembali akibat ramalan
kali ini.
Dari spekulasi-spekulasi di atas, tampaknya manusia
membayangkan potensi kehancuran kiamat hanya terjadi pada bumi. Padahal, dalam
teori Big Bang yang saat ini banyak dianut dunia ilmu pengetahuan, kiamat juga
bisa terjadi dengan hancurnya alam semesta. Teori ini menjelaskan alam semesta
berawal dari satu titik (massa) tunggal yang diciptakan bersama dimensi ruang
dan waktu. Massa tunggal yang bervolume nol dengan kepadatan tak hingga
tersebut, 14 miliar tahun lalu meledak dengan kekuatan mahadahsyat hingga
membentuk keluarga galaksi yang berjumlah sekitar 266.000.
Alam semesta ternyata terus mengembang. Edwin Hubble,
ahli astronomi Amerika, pada 1929 membuat salah satu penemuan terbesar di
sepanjang sejarah astronomi. Di observatorium Mount Wilson California, Hubble
mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa. Bintang-bintang itu
memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Sesuai hukum fisika, spektrum
dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna
ungu, sedangkan yang menjauh cenderung ke warna merah. Hal ini berarti bahwa
bintang-bintang ini "bergerak menjauhi" kita. Apa yang ditemukan
Hubble secara langsung mendukung Teori Big Bang.
Dari penelitian pada 1998, ditemukan bahwa alam
semesta mengembang dengan kecepatan relatif makin besar. Penelitian lain
menyebutkan, alam semesta yang telah berusia 13,7 miliar tahun masih memiliki
energi untuk hidup miliaran tahun lagi. Sedangkan menjawab isu kiamat 2012,
berdasarkan penelitian NASA, tak ada yang spesial dengan isu tersebut.
Diperkirakan yang akan terjadi saat itu sama dengan fenomena serupa yang pernah
terjadi dalam sejarah.
Kehancuran alam semesta masih belum dan tak akan bisa
dipastikan. Beranjak dari logika setiap yang berawal pasti akan berakhir,
begitu pula dengan alam semesta. Jika setiap makhluk bersifat fana, maka alam
semesta pun akan mengalami kehancuran. Benda-benda langit yang masih bergerak
saling menjauh, suatu saat akan bergerak saling mendekat jika semesta sudah
mencapai titik akhirnya. Itulah saat di mana alam semesta berhenti mengembang
dan mulai mengkerut. Ketika semesta memasuki proses mengkerut maka proses
kehancuran dimulai. Benda-benda langit akan saling bertubrukan seiring
lenyapnya dimensi ruang dan waktu.
Sebaiknya kita tak perlu mencemaskan desas-desus
tersebut. Kita juga tak perlu menunggu hingga MUI mengeluarkan fatwa haram
untuk meredam isu-isu tersebut. Namun, justru kitalah yang harus bertindak
lebih dulu. Mahasiswa sebagai social controller mesti menganalisa setiap
informasi yang datang sebelum benar-benar menyerapnya. Mereka harus mampu
menjawab isu tersebut secara sains dipandu oleh agama kepada masyarakat. Untuk
itu, sangat baik bila di antara mahasiswa mengadakan forum khusus sains.
Solusi sebenarnya ada pada diri kita sendiri.
Jika kerusakan bumi kini mulai tampak, maka tindakan yang bisa kita lakukan
adalah menjaga lingkungan, minimal mengurangi kerusakan tersebut. Misal, dengan
mengurangi emisi kendaraan, mengurangi intensitas merokok, melakukan reboisasi,
dan sebagainya. Bukankah untuk melakukan perubahan dimulai dari hal kecil?
Barangkali benar kata ilmuwan terbesar abad ke-20,
Albert Einstein, satu-satunya yang pasti adalah ketidakpastian. Maka alangkah
naifnya kita, sebagai manusia yang diberi pengetahuan terbatas, mendahului
ketetapan Sang Pencipta.